Al-i'tiraf

Dariku, Tentang Menjadi Anak Tunggal

Posting Komentar
Anak Tunggal

Membaca kata "anak tunggal", apa yang pertama kali terbesit di benakmu? Senangkah, bahagiakah, biasa saja atau malah membayangkan ketidaksenangan dan ketidakbahagiaan dari anak tunggal? 😊 Setiap orang tentunya memiliki perspektifnya masing - masing mengenai anak tunggal. Ada yang memberi pendapat dengan mengira-ngira karena ngga berada di posisi sebagai anak tunggal, ada yang memberi pendapat sesuai dengan apa yang dirasakan anak tunggal ya karena memang dirinya menjadi anak tunggal.

Tapi, meski sama persis menyandang posisi sebagai anak tunggal, aku yakin sih tetap ada beberapa hal yang beda dan ndak melulu sama. Beberapa hal yang mayoritas sama ya pasti ada, seperti bertanggung jawab terhadap orang tua dengan sendirian misalnya:) 

Melalui tulisan ini, aku mau sedikit berbagi perspektif mengenai anak tunggal dari sudut pandangku. Aku membagikannya bukan berarti ingin mengeluhkan kekurangan dan mengunggulkan kelebihan sebagai anak tunggal. Ini hanya berbagi saja, barangkali bisa berguna untuk saling menguatkan ketika diterpa cobaan dan mengontrol diri ketika di tengah bahagia yang berlebihan khususnya terkait anak tunggal. 

Anak dan Orang Tua

Anak dan Orang Tua

Apakah semua anak selalu ingat bahwa anak lahir ke dunia dengan pengorbanan bapak dan ibu dari segala aspek yang mereka miliki? Bapak yang mengorbankan tubuhnya, tenaganya untuk mencari rezeki, mencukupi kebutuhan makan ketika anak masih di dalam kandungan ibu, terlepas dari kodratnya bapak memang untuk mencari nafkah. Sedang ibu mengorbankan perutnya membesar, membawa beban lebih berat selama 9 bulan hingga mengorbankan nyawa antara hidup dan mati untuk lahirnya anak. 

Ya, aku tau. Aku tau itu. Orang tua berkorban untuk anak sejak sebelum anak lahir ke dunia. Karena itulah, sudah menjadi ketetapan bahwa antara anak dan orang tua adalah satu ikatan yang saling terikat. Anak ada karena orang tua, orang tua ada untuk adanya anak. 

Anak Tunggal 

Aku ngga menyesal telah dilahirkan sebagai anak tunggal, karena itu inginnya Sang Pencipta. Tapi jujur, kadang ikhlas menerima, kadang juga ngerasa ngga nerima inginnya Tuhan seperti ini. Akupun engga tau ya kenapa bisa merasa demikian, apa karena memang di kisaran usiaku ini penuh dengan gejolak, masih berputar - putar dalam pencarian jati diri mungkin. Atau memang ini hanya aku saja yang merasa.

Aku ngerasain gejolak ini sejak kelas XI, ketika usiaku 17 tahun. Ketika ibu mendadak terkena serangan stroke, semendadak itulah aku beserta kemanjaanku sebagai anak tunggal harus dikuras hingga hampir habis. Menangis di tengah nyuci baju dan aktivitas lainnya. Ngerasa capek, capek banget saat itu, sambil berfikir bahwa anak tunggal itu posisi paling capek ketimbang punya sodara. Inilah yang mungkin dirasakan kebanyakan anak tunggal sepertiku, kalau ada apa-apa mikirnya sendiri, nanggung beban sendiri juga sekaligus khilaf dengan memaki takdir kenapa Tuhan memberi garis sebagai anak tunggal. 

Aku masih saja lupa, kalau untuk aku hidup aja orang tua udah ngorbanin dengan segala aspek yang mereka miliki. Entah ini normal dan wajar dialami anak sepertiku apa bukan. Ya aku sadar bahwa ketika aku lupa terhadap pengorbanan orang tua adalah salah, tapi ya itu yang aku rasakan terkadang.

Manja dan Kasih Sayang untuk Anak Tunggal

Soal manja juga kasih sayang memang ngga perlu ditanya lagi, itu sudah pasti sangat cukup. Tapi, apakah selalu melulu dimanja, dikasih sayangi lebih dari anak yang punya sodara? Jawabannya engga ya kalo menurutku. Manja maupun kasih sayang tetep ada porsinya, aku juga sering dimarah kok kalo menurut orang tua apa yang kulakuin ngga pas buat mereka.

Kadang aja juga di satu titik, aku ngeliat anak yang punya sodara lebih menyanyangi. Jadi ya dari situ aku mikirnya, jadi anak tunggal atau engga, pasti akan dapet manja juga kasih sayang sesuai dengan porsinya. Karena mindset orang tua pasti ingin memberi kasih sayang, membahagiakan anaknya.

Tantangan Anak Tunggal

Tantangan anak tunggal

Hal yang jadi tantangan untuk anak tunggal tuh kalo orang tua selisih paham masalah keluarga begitu, mikul bebannya tuh sendirian. Ini udah aku alami, sampe mumet banget karena lari ke rumah kerabatpun juga ngga bisa ngatasin. Mungkin kalo punya sodara pasti bisa bagi tugas untuk mengatasi. Tapi kalo anak tunggal tuh berat aja, ngga ada sodara buat sharing. Bercermin dari situlah aku juga jadi tolok ukur agar nanti kalau punya anak dan diizinkan sama Tuhan, mau punya anak lebih dari satu.

Masih inget betul, di suatu waktu aku menangis tersedu sambil ngeluh ngga nerima nasib, takdir sekaligus protes pada Tuhan kenapa saat aku butuh uang untuk hal yang posistif dan kutujukan untuk membahagiakan orang tuaku, aku harus susah payah sendiri. Saat itu bapak-ku berkata "Bapak adanya seperti ini, mampu memberimu seperti ini, kamu harus terima, memang bapak kamu begini". Itu kejadian paling menyakitkan yang kualami sih. Aku ngga ingin menyalahkan Bapak dengan segala keadaannya tapi waktu itu aku ngerasa bahwa aku capek berjuang sendiri padahal apa yang kulakuin untuk orang tua juga. Semoga kalau ada yang mengalami hal sama denganku, jangan diterusin seperti aku ya.

Hidup harus Berarti untuk Bahagia Orang Tua

Dilahirkan sebagai anak tunggal ngga nyesel sebenernya, meski beberapa kali aku ngerasa hidup aku engga mudah. Beberapa kali juga merasa "kenapa aku lahir ke dunia?". Beberapa kali ngerasa aku hidup di dunia tapi kayak berjuang sendiri, pernah nganggep hidupku di dunia ini ngga berarti dan ngga bahagia. Ternyata ketika aku ngerasa hidupku di dunia ini engga berarti dan engga bahagia juga engga suka sama hidupku, itu adalah hal yang menyakitkan untuk orang tua. Karena mereka udah ngorbanin segalanya untuk aku lahir ke dunia, tapi ketika aku udah ada di dunia, aku engga bahagia dengan hidup.
Dari situ membuatku sadar bahwa aku hidup karena ada orang tua, aku hidup karena pengorbanan orang tua, jadi ngga boleh hidup itu ngga berarti.



Dewiqqqqq
Hellow everyone !

Related Posts

Posting Komentar